Senin, 10 Juni 2013

Obat Aborsi Dijual Bebas, Apotek pun Ada


Maraknya praktek aborsi tidak hanya dikarenakan niat pelakunya, tetapi juga karena akses yang mudah dalam mendapatkan obat penggugur kandungan itu sendiri yaitu Mitropostol Cytotec dan Gastrul. Sebenarnya, obat ini tidak dijual secara bebas karena hanya digunakan untuk kegiatan medis saja. Itu pun dalam dosis yang sudah ditentukan secara medis pula. “Obat tersebut hanya untuk kegiatan medis saja bukan untuk diperjual belikan secara bebas,” tutur dr. Kusuma Andriana, S.pOG.
Akan tetapi, pada kenyataannya obat ini dapat diperoleh dengan mudah. Bahkan, apotek pun menjual obat-obatan ini tanpa segan-segan. Seperti salah satu apotek yang berada di daerah Bendungan Sutami, Kota Malang. Apotek ini, justru menjual secara bebas obat penggugur kandungan tersebut, tetapi hanya yang bermerek dagang Gastrul. Menurut salah satu pegawai, obat yang biasanya digunakan untuk aborsi ini banyak dicari oleh anak-anak muda, terutama mahasiswa. “Kalau gak cepat dibeli nanti gak kebagian soalnya banyak yang beli dan barangnya terbatas,” tambah pegawai tersebut.
Dengan harga per biji Rp 32.900,- obat ini tetap digandrungi oleh anak-anak muda sebagai obat aborsi. Berbeda jika membeli obat penggugur kandungan di pengedar obat aborsi seperti AR. Ia hanya menjual obat tersebut jika ada yang menghubunginya saja dan yang bermerek dagang Cytotec. Harga untuk obat ini lebih mahal dari Gastrul yaitu Rp 60.000,- per biji. (Fj-399/by-415),

Kamis, 14 Februari 2013

Cerita cinta remaja Yang Mengharukan


blog motivasi
Berbagi lagi kali ini yang di bagikan mengenai cerita cinta remaja, mungkin di telinga kita para remaja sudah tidak asing lagi mendengar tentang kata cerita cinta remaja, berbagai bentuk cerita cinta remaja di tulis secara menarik oleh penulis dengan tema yang berbeda-beda.

Ada yang bertemakan sedih, bahagia dan lain-lain namun kali ini cimotivator akan berbagi mengenai cerita cinta yang sedih, supaya sobat bisa mendalami cerita ini sobat bisa memasang MP3 sama kacang garud* di samping sobat, dan tarik nafas agar rileks...

Cerita di mulai..

Kita saling mncintai, tapi antara aku & kamu, beda. kita di takdirkn sbgai musuh dlam peprangan esok hari. besok kita akan sling membunuh d medan perang, sbnarnya aku tak kuasa berperang dnganmu, tapi kta baginda raja kami, aku hrus sprti itu.

Hnya diam dlam kebimbangan saja, pagi yg tak ingn aku temui, kini aku temui, hari ini aku akn bertemu dg wanita yg aku cinta, tapi bukan untk brgandengan tngan, mlainkan kita akn sling membunuh sbgai musuh.

Aku takut hari ini, aku takut dia hnyut dlam gumpalan darah peperangan. apa harus aku tmpulkan sja pedangnya biar dia tak terluka, atau aku serahkan sja tubuh ini untuk di tusuknya, agar aku sja ayg hanyut kedalam gumpalan darah peperangan.

Dlam kebimbangan ini, aku berangakat brsma prajurit2x yg lainnya, berlari smbari mnunggangi kudua2x jantan nan gagah, mnuju pasir2x tandus tak berpnghuni.

-"Apakah aku sedang bermimpi, ataukah ini memang knyatan dlam suatu peprangan ?"

prlhan kuda yg aku tunggangi ini mulai mlambat dlam larinya, rasa was was & kbimbangan ini smakin aku rsakan, ketika ku lihat di sebrang sna, ku lhat prajurit2x yang lain dlam msuhku di peprangan hari ini, membawa wanita yg aku cintai dlam rombongan nya.

-"Ternyata ini bukan mimpi, aku benar2x akan berprang dg wanita yg aku cintai, entah tubuh siapa yg akan mnjadi drah di hmparan pasir2x tandus itu." aku atau wanita yg aku cintai itu.

Angin yg berhmbus kncang mengadukan kedua klompok yg sling bermusuhan dlam peperangan. hamparan pasi pasir tandus tak berpnghuni, kini berubah mnjadi lautan darah berpnghunikan mayat mayat yg bergletakan tak braturan dlam peperangan.

jantung ini masih berdetak, tapi jiwa ini tlah kosong, ini bkan air hujan, ini air mta, adlah kesedihqan yg perlhan mulai membanjiri pipi yg tlah berdarah dlam peperangan.

Meskipun tangan & tubuh ini sibuk berperang dg pedang yg ku ayunkan di tngan, tapi mtaku masih menatap wanita itu, aku takut dia mnjadi darah dlam peperangan ini.

Aku lihat tngannya masih sibuk berprang, smentara bibirnya menyuarakan sesuatu pdaku.

"Hei .., jngan posisikan mtamuk arahku, kau akan terluka"

-"Jangan pdulikan aku , lebih baik kau jga dirimu sendiri, biarkan tubuh ini mnjadi dlam peperangan"

"Aku tak ingin kau mnjadi drah dlam peperangan ini"

-"Biarkan sja aku mnjadi drah, agar pasukan mu yg lain tertawa melihatnya"

"Jika mreka tertawa, kau pikir aku juga akan tertawa ?"

Mendngar hal itu bibirku membisu bakl patung yg membeku di tengah gunung es.

"Kenapa kau diaam ?"

-"Aaaa kkkkk uuuuuu "

"dengarlah, mngkin mreka akan trtawa mlihatmu mnjadi drah, tpi tdk dg aku, aku akan mnangis jika kau mnjadi drah dlam peperangan ini"

-"Benarkah itu elsha?"

"Iya, aku mencintaimu & kau jga mncintaiku, kita hrus berdiri, jngan smpai kita mnjadi drah dlam peprangan ini"

Saat itu aku hnya bsa diam dlam kebimbangan, aku terharu mendngar apa yg dia ktakan, smpai pipi yg brdrah ini, trbasuh air mta kebimbangan & kepedihan !

Semakin lma kmi berprang , pasir2x tandus ini smakin memerah penuh darah, stengah dri prajurut2x kami sdah punah mnjadi mayat2x yg bergletakan d pasir tandus penuh darah.

Sdangkan msuhku dlam peperangan ini, lebih byak dri pasukanku skarang.

Panas matahari yg menyengat, mngeluarkan keringat dlam hati yg penat, aku msih berperang, mlawan mreka yg masih mnyerang, begitu pun dg elsha,wanita yg aku cintai yaitu musuhku dlam peprangan ini, dia berjuang dg epdang yg sudah memerah penuh darah.

Entah ada berapa mtanya, ketika dia sibuk dlam peperangannya, dia msih prhtikanku yg hampir puanh mnjadi darah !

'Awas dibelakangmuuuuu..."

Mendnar hal itu, aku lngsung mmbalikan bdan ini ke arah musuhku yg ada di blakangku.

-" Kau tk akan bisa mmbunuhku, khiiiiaaaaaaa ...., ssiiiiieeeeetttttttttttttttttttzzzzzzzz"

dan nsuh yg hmpir membunuhku, aku bunuh dg pedang penuh darah.

-" terima kasih elsha"

"Iyaa, hati2x, "

Sampai akhirnya 37 dri setengah prajurit2xku yg tersisa, kini punah dlam pasir tandus yg memerah menjadi gumpalan darah. Mtaku smakin memrah dg kematian yg lainnya, dg tangan & yg penuh dg robekan, aku ayunkan pedang yg ku gengngam dlam peperangan, smpai 30 org dri musuh2xku, berhasil aku bunuh.

Dlam keadaan ini, aku berperang dg 13 org, sdangkan musuh musuhku dlam peperangan ini, memiliki pasukan yg lebih banyak dr pasukan ku skarang. Meskipun tubuh ini tlah lelah, tapi pedang yg memerah penuh darh ini, masih ku ayunkan dlam peperangan. Tangan & sbagian tubuh ini tlah penuh di lumuri darah2x musuh, langkah kaki ku pun mulai melemah ketika kulihat elsha wanita yg aku cintai dlam peperangan ini yaitu musuhku sndiri, tersayat pedang pasukanku di sbagian tubuhnya!

-"Elshaaaa ..., ???"

Melihat dia terluka, aku berteriak sembari menolongnya! Dg tubuh & kaki yg terluka aku berlari mendekatinya !

Dg posisi yg masih lumayan jauh dr wanita itu, aku berteriak pada pasukanku yg berusha membunuh elsha .

-"Heiiii ...., hentikan jangan kau sakiti dia lagi"

="Diam kau, biarkan aku membunuhnya, dia musuh kita"

-"Dia musuh kita ?, tapi aku mencintainyaaa"

="Kenapa kau inii ?"

-"kau tak perlu tau, matilah kauuu .... sieettttzzzz .."

="Penghiaa a a a a a a a a ..."

smpai akhirnya, kawanku dlam peperangan ini aku bunuh dg pedang yg penuh darah menjadi gumpalan darah.

-"Kau tak apa2x elsha "

"Aku baik-baik saja, terima kasih"

Ku lihat saat itu air mtanya mengalir deras dg expresi wajah yg terlihat kesakitan !

-"Elsha, ku lihat kau sprti kesakitan ?"

"Aku tak apa apa, jangan terlalu mengkhawatirkanku"

-"Jelaslah aku mengkhawatirkanmu, aku mencintaimu, kau dengar itu ?"

"Aku tau, aku mngrti, tapi sebaiknya kau menjauh dr sini, aku tak ingin kita saling bunuh di sini"

Perkataan yg keluar dari mulut elsha saat itu, memaksa aku menjauh dr hdapannya, dg kepala menunuduk, aku berbalik berjalan pelan menuju pasukan lawan. Kami masih berperang di atas pasir tandus yg memerah penuh darah.

Matahari pun hampir tenggelam menyaksikan peperangan ini, sampai semua pasukanku punah menjadi gumpalan darah. Mataku pun semakin memerah melihat mreka mnjadi darah, tapi itu semua tak membuat aku lengah & pasrah, aku masih berperang melawan mereka yg masih menyerang dg pedang yg ku genggam di tangan.

Saat itu aku berdiri bersama mayat2x yg bergeletakan di belakangku, sedangkan lawan yg aku hadapi, memiliki pasukan yg lebih banyak dariku.

-"Ayoo ... terusskaaan , aku tak takut dg jumlah kalian, khiaaaa"

Dg kaki & kepala yg bercucuran darah, aku menyerang mereka dg pedang yg semakin memerah, ku lihat saat itu, salah stu dari pasukan mereka yaitu elsha, tiba2x menghentikan langkahnya dlam perangnya, lalu iya berteriak pdaku.

"Hatiii-hatii, lawan yg kau hadapi bukan satu"

-"Tenanglah, aku takan menjadi darah"

Dan tiga dr empat musuhku yg tersisa itu, telah berhasil aku bunuh.

-"Sekarang kita imbang, kau atau aku yg akan menjadi darah sekarang?.

="Kau salah, di belakangku masih ada elsha, mungkin kau yg akan menjadi darah"

Sejenak aku terdiam mendengar apa yg musuhku katakan. sampai akhirnya dia menyerang saat konsentrasiku hilang, & saat itu pedang yg di ayunkannya, menusukku tepat di sebelah kiri dadaku. Aku tak sadarkan diri saat itu, yg ku lihat hanya tetesan darah yg keluar mengalir dari sbelah kiri dadaku.

Mungkin saat itu aku akan benar2x menjadi darah dlam peperangan ini, dlam tak sadar & tak berdayanya aku, aku masih mendengar suara samar2x wanita, sepertinya itu elsha!

"Tiiidaaaakkkk ..., kau tak boleh menjadi darah dlam peperangan ini"

Ku lihat dia berlari ke arahku bersama pedang yg di bawanya, ku rasakan dia semakin mendekat, smpai akhirnya, kaki yg berdarahnya itu, tepat menginjak tanah yg berada di depanku.

-"Ee e e eellsshaaa"

Dg suara tak berdaya, aku menyapanya.

"Bertahanlah, kau tak boleh menjadi darah, kau harus berdiri bersamaku disi"

Tak ada sepatah katapun yg bisa ku ucapkan padanya, aku hnya bsa menangis mndengar apa yg di ktakannya .

Lalu wanita itu berdiri, melepaskan tangannya yg memangku wajahku, tiba2x mata sayunya memerah ketika menatap salah satu pasukannya yg tersisa, yg membuat aku lemah tak berdaya. lau dg nada kesal iya berbicara pda prajuritnya itu !

"Sekarang kau puaas, kau berhsil menjadikannya darah, tertawalah .. "

="Jelaslah aku puas, mari kita rayakan kemenanga

ini"

"Brengseek kauu, siiieeeeetttttttzz ...,"

Tanpa bnyak kta2x yg keluar dr mulut elsha, pedang yg memerah yg masih di genggam d tangannya, iya tusukan ke tengah2x perut prajuritnya sendiri.

"Maattiii kauuu"

Lalu dg tangan yg berdarahnya , iya pangku kembali wajahku yg sempat terkapar di pasir ini.

-"Els sha, kenapa kau membunuhnua ?"

"Biarlah, aku tak ingin melihatnya hidu"

-"Apa karena kau mencintaiku ?"

Sejenak dia diam, lalu dia berkata dg wajah yg mempesona,

"Iya, karena aku mencintaimu, aku membunuhnya'

Semakin deraslah air mta ini, saat ku dengar dia berbicara apa adanya pdaku, lalu ku teruskan pembicaraanku pda wanita itu, dg sua yg pelan tak berdaya.

-"Elsha, mungkin sampai disini rasa saling mencintai kita""Kenapa kau berkata seperti itu ?

-"A k u tak kuasa menahan nafas yg tersisia, aku akan menjadi gumpalan darah dalam peperangan ini"

Dg tangisnya elsha masih bersuara, berbicara padaku.

"Jangan bicara seperti itu, aku mhooon, aku tak ingin kau menjadi darah"

-"Aku tak bisa elshaa, ini permintaan terakhirku, peganglah tanganku, jangan kau lepaskan sbelum nyawa ini ku lepaskan"

Lalu wanita itumelepaskan pedangnya, & memegang tanganku

"Kumohon bertahanlah"

-"Maafkan aku, tetap pegang tangannya, & rsakan setap denyut nadinya"

Perlahan2x denyut nadi dalam tangannya yg elsha pegang mulai melemah.

Sampai akhirnya, di akhir kata,

-" AKU MNCINTAIMU ELSHA" yang aku ucapkan pdanya, denyut nadi dalam tanganku berhenti & mati !

"Jaaaaangaaaan tinggaaaalkaaan aaaaakkkkkuuuuuu ... "

Jerit tak percaya elsha menggema di hamparan pasir tandus yg memerah penuh gumpalan darah, saat lelaki yg di cintainya kini pergi, hanyut menjadi gumpalan darah di pasir tandus yg memerah !

SELESAI .

BAHAGIA ITU SEDERHANA


Perasaan hangat saat merasakan rasa istimewa, melambungkan angan-anganku sejauh-jauhnya hingga tak terjamah lagi oleh mata manusia manapun. Keberanian menyeruak dari hati yang terdalam menepiskan rasa ragu atas perasaan yang tengah ku rasakan kini. Sejenak aku mencoba singgah dan saat itu juga aku tak mau pergi lagi. Masih tetap singgah walau mungkin tak terlihat. Hanya bisa menepi dan bersembunyi di balik dinding yang bernamakan kerahasiaan. Sungguh aku tahu hal ini tak mudah, namun aku sudah terlanjur terbawa arus atas sosoknya yang indah di pandanganku. Aku merasakan kebahagiaan. Bahagia yang sederhana ketika merasakan rasa istimewa.

Tetapi terkadang ada perih yang aku rasakan. Terkadang juga ada sedikit kebahagiaan yang aku dapatkan. Tinggal bagaimana aku bisa memaknai dan sampai sejauh mana aku sanggup bertahan akan perasaan tak terbalas ini. Aku hanya manusia yang memiliki hati dan kebetulan merasakan rasa istimewa pada manusia yang juga memiliki hati. Bedanya denganku, manusia yang bernama Diraz tak memiliki rasa istimewa pada manusia yang bernama Mikha. Kini aku terdampar di tengah lautan hatinya. Aku tenggelam dalam lembah perasaanku. Tak akan ada yang bisa membawaku ke daratan karena besarnya ombak cinta yang tengah menggulungku. Tapi sungguh aku merasakan bahagia. Bahagia itu sederhana ketika kita jatuh cinta.
***

“Aduh, sakit!” keluhku meringis saat kakiku bersenggolan dengan kursi di depanku.
Perlahan aku duduk dan memulai mengurut-urut kakiku yang terkena benturan kursi tadi. Gara-gara terpana melihat Diraz, kakiku merasakan nikmatnya bersentuhan dengan kursi. Pedih terasa di bagian kakiku, tapi aku merasa bahagia, masih bisa melihat Diraz hari ini.
“Nih kartu kuliahmu, Kha. Eh, kenapa kakimu diurut-urut seperti itu?” tanya Sonya mengamati tanganku yang menari-nari di atas kakiku.
Aku tersenyum menahan sakit, “Terbentur di kursi itu, Son.” kataku sambil menunjuk kursi di depanku.
“Kok bisa? Ada-ada saja kamu Mikha. Aku bantu mengurut kakimu ya.”
Beberapa menit kemudian setelah aku merasa kaki ini sudah cukup baikan, kami melangkah keluar ruangan dan menuju ke kantin untuk mengisi perut yang berontak meminta asupan energi. Lagi-lagi, sosok Diraz lewat di hadapanku. Kali ini aku berusaha untuk tidak tersandung kursi atau hal lain yang dapat menimbulkan kerugian pada anggota tubuhku. Sedikit gugup aku mencoba tenang membawa mangkuk yang berisi bakso favoritku ke salah satu meja yang telah ditempati Sonya. Begitu tampak kebencian di wajah Diraz saat dia tak sengaja menoleh ke arahku tadi. Aku tak tahu harus bagaimana, mau minta maaf tapi aku takut malah akan membuatnya marah
***

Hal rutin yang aku lakukan setiap pukul delapan malam adalah online lalu log in ke akun facebook. Kemudian membuka profil facebook Diraz. Hanya dengan melihat-lihatnya aku merasakan bahagia. Walau hampir setiap hari ketemu dan melihat Diraz karena kami selalu satu ruangan saat kuliah, aku tak pernah bosan melihat-lihat facebooknya sekedar ingin tahu keadaannya atau apa saja yang dia lakukan seharian ini dan tentu saja tak lupa melihat komentar-komentar dari setiap status yang dia tulis di sana. Sebenarnya sampai sekarang aku masih takut-takut untuk melihat-lihat profil facebook Diraz, takut jika ketahuan oleh orang lain. Maka dari itu aku hanya membuka profilnya jika sudah berada di rumah Sekarang aku tidak lagi menjadi teman akrabnya juga teman di akun facebook Diraz sejak kejadian dua minggu yang lalu. Diraz yang telah berhasil mencuri hatiku, dia juga yang berhasil membuatku merasakan malu yang cukup besar pada kejadian dua minggu yang lalu.
Aku termenung membaca komentar dari statusnya 15 menit yang lalu.
‘Maafkan aku, aku lakukan ini demi kebaikanmu’
Komentar:
Clarabela Assyifa : ‘Dimaafkan yank, :D’
Diraz Pranata : ‘Hahaa Bela.’
Clarabela Assyifa: ‘Kenapa ketawa yank?’
Bela memanggil Diraz “yank”? Apa benar gosip yang ku dengar beberapa hari yang lalu kalau Bela menyatakan cinta ke Diraz dan Diraz menerimanya. Tapi kenapa masih berstatus lajang, belum ada perubahan status hubungan di facebooknya Diraz jika mereka telah resmi jadian. Setetes air bening keluar dari mataku. Tak sengaja dan tak ku ingini. Aku menghapus air bening itu dari pelupuk mataku dan tersenyum. Mikha, kamu sudah terlanjur terdampar dan tenggelam di hatinya. Saat ini hanya ada satu yang bisa dilakukan. Ikhlas. Dengan begitu kamu akan merasa bahagia tanpa harus memiliki hati dan cintanya. Aku mengatakan kata-kata itu dalam hati guna menghibur diriku sendiri. Di depan laptopku yang masih menyala, aku melamun dan mengenang kembali kejadian dua minggu yang lalu. Kejadian yang tak bisa ku lupakan.
“Teman-teman, lihat nih. Si Mikha lagi membuka profil facebook Diraz loh!” teriak Bela sambil merebut laptopku.
Aku cemas dan berusaha merebut kembali laptop itu dari tangan Bela. Tapi, kerumunan teman-teman yang penasaran membuat aku kesulitan. Aku hanya terdiam. Tak berapa lama kemudian Diraz datang dan langsung diseret Bela untuk melihat laptopku.
“Mikha benar-benar menyukaimu Diraz. Coba cek saja di folder documentnya, foto-fotomu yang di facebook hampir semuanya didownload. Dasar cewek tak tahu malu,” caci Bela sambil memandang sinis padaku yang hanya bisa tertunduk pasrah.

Diraz melihat-lihat isi document di laptopku, wajahnya berubah ketika menemukan foto-fotonya ada di laptopku. Pandangannya beralih memperhatikan diriku yang berdiri kaku.

Tiba-tiba, gubraakk…!
Diraz memukul meja dengan keras hingga laptopku bergeser dan hampir terjatuh. “Hapus semua foto-fotoku! Jangan ganggu aku, aku tak sudi disukai oleh cewek sepertimu!” bentak Diraz emosi dan seketika melangkahkan kakinya menjauh. Bela tersenyum mengejek padaku kemudian menyusul Diraz yang sudah tak terlihat lagi.

Begitu ku sesali apa yang telah terjadi padaku waktu itu. Sungguh rasa malu sangat aku rasakan saat itu hingga sampai sekarang aku masih dihantui rasa malu dan bersalah. Aku tak berani lagi menatap Diraz secara langsung ataupun bertemu dia. Memang benar apa yang dikatakan Bela jika aku tak pantas untuk menyukai apalagi mencintai Diraz, cowok yang memiliki banyak kelebihan dan idola para gadis di kampusku. Jadi aku harus melupakan perasaanku pada Diraz. Namun, Sonya bilang padaku kalau rasa suka atau cinta itu adalah hak masing-masing manusia. Jadi sah-sah saja dan tak ada yang bisa melarang. Aku lebih memilih apa yang dikatakan Sonya karena memang aku tak sanggup membunuh perasaan ini. Aku akan berusaha agar perasaan ini terjaga dengan baik sehingga tak ada lagi seorang pun yang tahu.
***

Aku adalah makhluk biasa yang mempunyai rasa cinta pada seseorang. Sebenarnya memang tak salah jika kita mencintai seseorang. Tapi, kenapa Diraz sampai begitu benci padaku yang mencintainya. Sampai saat ini aku tak menemukan jawaban itu. Namun aku tak akan ambil pusing. Sudah cukup bagiku hanya merasakan cinta ini, mengagumi dari jauh dan yang terpenting Diraz bahagia dan baik-baik saja maka aku pun turut bahagia. Cinta tak bisa dipaksakan, cinta tak harus memiliki dan cinta tetaplah cinta yang hanya bisa dinilai oleh hati.
“Mikha, kamu baik-baik saja, kan? Dari tadi aku perhatikan dirimu melamun terus. Ada masalah sahabatku? Cerita saja!” ujar Sonya dengan suara pelan karena kami sedang kuliah dan dosen lagi memberikan penjelasan di depan dengan suara lantang.
Aku hanya menggeleng lalu tersenyum dan mengalihkan pandanganku ke sebelah kanan agak ke depan. Aku menatap sosok Diraz dari belakang.
“Ooh, aku tahu. Tentang Diraz ya? hehe, cerita saja sehabis kuliah nanti, Kha!” kata Sonya sambil mencubit gemas pipiku.
Hanya meringis yang bisa ku lakukan akibat cubitan Sonya. Sudah menjadi kebiasaannya mencubiti pipiku yang katanya buat gemas. Biasanya aku akan membalas mencubit pipinya juga, tapi aku ingat kondisi jika saat ini kami sedang mengikuti perkuliahan. Satu jam kemudian sang dosen telah meninggalkan ruangan. Aku mengambil botol minum dari dalam tasku dan meneguknya sedikit demi sedikit.
“Ayo donk cerita, cerita, cerita!” Sonya membalik kursi dan menghadapku. Wajahnya yang imut terlihat makin imut jika matanya memancarkan rasa penasaran.
Setelah Diraz dan teman-teman yang lain sudah pada keluar, aku menceritakan semua yang aku rasakan, aku yang tak bisa menghilangkan rasa istimewaku pada Diraz, aku yang bingung kenapa Diraz terlihat membenciku dan sangat terganggu jika aku mempunyai rasa suka padanya.
“Begitulah, Son. Aku hanya berharap saat ini Diraz, Bela dan teman-teman yang lain menyangka kalau aku sudah benar-benar melupakan Diraz dan tak lagi menyukainya,”
“Aku doakan itu Mikha. Kagum deh pada dirimu yang sanggup menghadapi perasaan seperti ini. Menyimpannya dan menahannya hingga sekarang. Aku akan bantu mencari tahu kenapa Diraz bersikap seperti itu padamu. Sahabatku ini kan gadis yang cantik, lucu, baik hati dan pintar pula. Bila dibandingkan dengan si Bela yang jahat itu, kamu lebih segalanya dari dia. Yakinlah kalau Diraz lebih memilihmu daripada Bela. Sebelum kejadian yang gara-gara Bela itu, Diraz kan baik-baik saja padamu seperti biasanya, duduk berdekatan dengan kita, masih ngobrol dan dia masih sering jahilin kamu. Mungkin ada sesuatu hal yang membuat Diraz berubah seolah membencimu terus-terusan Mikha,”

Pikiranku menerawang dan mencerna perkataan Sonya. Benar juga, sejak Diraz tahu kalau aku menyukainya itulah yang membuat sikapnya berubah dan membenciku. Sangat aku sesali tindakan Bela yang waktu itu membuatku malu dihadapan Diraz dan teman-teman kuliahku. Seandainya itu tak terjadi tentu sekarang aku masih bisa berteman dan dekat dengan Diraz. Aku merasa bangga bisa dekat dengan Diraz dibanding para cewek-cewek lainnya. Bela yang sudah lama menyukai Diraz saja tidak terlalu dekat. Malah Diraz pernah bilang jika dia agak risih dengan Bela yang agresif.
“Hanya dengan kamu aku merasa nyaman Mikha,” kata Diraz kira-kira sebulan yang lalu saat kami masih sebagai teman dekat.

Aku tersenyum mengingat kenangan yang kurang lebih sudah dua tahun kami lalui bersama, yang awalnya kenal karena masuk organisasi yang sama hingga menjalin pertemanan yang sangat akrab. Pada akhirnya aku merasakan jatuh cinta padanya sekitar enam bulan yang lalu. Rasa cinta itu hanya aku simpan dan berusaha tak ada yang tahu sekalipun pada Sonya, sahabatku dari SMA. Namun, tak ku sangka akan ketahuan oleh Bela yang tak suka padaku karena aku dekat dengan Diraz. Terjadilah hal yang aku takutkan, kenyataan bahwa aku telah jauh dari Diraz, seseorang yang aku cintai.

Selalu berusaha tak menangisi kenyataan ini. Toh, aku tetap merasakan bahagia. Cinta yang suci tanpa syarat akan selalu menciptakan kebahagiaan. Walau telah jauh dariku, aku masih bisa memandang sosoknya diam-diam, itu suatu kebahagiaan. Walau tak berkomunikasi dengannya lagi, aku masih tahu kegiatannya dari membaca di kronologi facebooknya, itu juga suatu kebahagiaan. Walau dia tak tersenyum lagi untukku tapi aku masih bisa melihat senyumnya saat dia tersenyum pada Sonya, itu pun suatu kebahagiaan. Walau seakan sikapnya padaku menunjukkan kebencian, aku masih bahagia karena itu berarti dia masih menganggapku ada. Bahagia itu sederhana ketika aku merasakan cinta pada seseorang. Cinta suci tanpa syarat dan tanpa mengharapkan apa-apa dari rasa cinta itu sendiri.
***

Aku mencari-cari Sonya karena aku tak melihat dia ada di ruang kuliah padahal tasnya sudah ada. Ku langkahkan kaki menuju halaman belakang kampus yang biasa jadi tempat bermain futsal. Ternyata Sonya ada di sana lagi duduk berdua dengan Diraz. Aku melangkah dengan diam-diam mendekati arah belakang mereka dan mendengarkan pembicaraan mereka.
“Jadi begitulah sebabnya Sonya kenapa aku marah sekali saat tahu Mikha benar-benar jatuh cinta padaku juga. Aku telah berusaha membunuh rasa cintaku padanya setelah tahu kenyataan pahit itu. Aku tak menyangka ternyata Mikha juga cinta padaku. Aku ingin marah, aku tak ingin takdir ini!” kata Diraz dengan terbata-terbata menjelaskan pada Sonya sambil menyeka matanya yang berair.
“Aku mengerti Diraz kenapa kamu bertindak seolah membenci Mikha, agar Mikha juga membencimu dan melupakanmu. Tapi, caramu tak berhasil karena Mikha tetap menyayangimu. Menurutku sebaiknya kamu bilang yang sebenarnya jika kamu terkena HIV, aku yakin Mikha mengerti dan tak akan memandang negatif terhadap dirimu,”

Air mataku jatuh perlahan, aku menangis mengetahui hal yang sebenarnya kenapa Diraz berubah sikap padaku. Ketahuilah Diraz, bagaimanapun kondisimu, aku akan tetap cinta kamu. Cukup hanya dengan mencintaimu aku bisa bahagia. Kapan pun dan bagaimana pun keadaannya, cinta yang tulus dan suci tanpa syarat akan mudah membawa kebahagiaan karena bahagia itu sederhana ketika merasakan rasa istimewa yang disebut cinta.
SELESAI


Sumber

Bahagi walau cinta tak terbalas


Berpuas diri adalah ibarat membuat bangunan dengan menumpuk kartu remi, karena kalaulah hidup ini mengajarkan sesuatu, pelajarannya adalah bahwa kita tidak dapat menghindari masalah dan kehilangan. Kebahagiaan bukanlah seni membangun kehidupan yang bebas dari masalah. Kebahagiaan adalah seni untuk merespons dengan baik ketika masalah menghampiri kita. Saya sendiri mengalami patah hati ketika usia dini. 
Waktu itu saya masih muda dan jatuh cinta, [saya] seorang doktor di bidang psikologi yang sedang menanjak, baru saja berkeluarga, dan merasa kurang lebih sudah mapan. Lalu, dunia saya terasa runtuh. Saya sedang menikmati hari paling indah dalam hidup saya. Anak lelaki kedua saya lahir, dan dia begitu lembut, kecil, dan menggemaskan. Saya melihat adanya kemiripan wajah dengan saya, dan rasanya seperti menemukan emas. Saya membayangkan kehidupan terbentang di hadapannya–masa bayi, masa balita, kanak-kanak, masa kuliah, dan seterusnya–dan semua itu membuat hidup saya terasa jauh lebih bahagia dan menyatu dengan dunia. Ketika saya menggendong si kecil riang, dia seperti cinta yang sedang mewujud sebagai manusia kecil di tangan saya. Dan kemudian dokter berkata, “Ada yang tidak beres.” 
Keberanian saya lenyap seketika dan saya bisa merasakan degup jantung seperti menendang dari dalam dada ketika dokter mulai merangsang Ryan untuk bernapas. Tidak lama kemudian, saat Ryan berguling tidak menentu dalam inkubator di balik dinding kaca tebal, dokter mengatakan kepada saya dengan suara tegang bahwa Ryan tampaknya mengidap sindroma selaput hyaline, kegagalan fungsi kantong alveolar di paru-paru. Rumah sakit itu tidak punya perlengkapan untuk menangani masalah itu, jadi Ryan dilarikan dengan ambulans ke rumah sakit yang lebih lengkap di kota besar. Kenangan akan ambulans itu, lampu merah yang menyala-nyala di malam gulita, terpatri ke dalam otak saya. Kami mengupayakan segala yang bisa diupayakan, termasuk berdoa, tentunya, tapi si kecil Ryan akhirnya meninggal. Oleh karena istri saya masih dirawat di rumah sakit untuk pemulihan setelah melahirkan dengan operasi cesar, saya harus menyelesaikan segala urusan kematian itu sendiri–mencari penyedia jasa penguburan di buku telepon, memilih lokasi pemakaman yang sekiranya pantas, membeli peti jenazah yang berukuran kecil, dan memesan batu nisan serta berusaha memikirkan kata-kata apa yang akan ditorehkan di atasnya. Apa yang bisa saya katakan? Percayalah, kata-kata saya ini tidak perlu dibuktikan lagi: 
kenangan paling buruk dalam hidup Anda tidak akan pernah memudar. Saya tenggelam dalam kesedihan. Bahkan sekarang, betapa pun pedih hati ini karena kematian ayah saya, saya tahu bahwa tidak ada yang bisa mengobati nestapa yang menyiksa saya ketika itu. Saya tidak bisa dihibur, takut untuk mengawali setiap hari, dan bahkan lebih takut lagi menghadapi masa depan yang terbentang, merasa benar-benar tak berdaya untuk menyelamatkan emosi saya dari perasaan terpuruk, terpuruk, dan terpuruk. Saya bertanya kepada Tuhan, “Mengapa saya?” Dan setiap kali saya merasa mendapat jawaban, saya membantahnya. Tidak, kami tidak menjadwalkannya kelahiran itu terlalu cepat. Bukan, bukan salahku kalau rumah sakit kecil itu tidak bisa menolongnya. Tidak, penyakit itu bukan bawaan. Tidak, saya tidak melakukan sesuatu yang begitu jahat sehingga pantas menerima semua ini. Saya bergulat dengan Tuhan–tetapi itulah pergulatan yang tidak pernah Anda menangi. Karena hidup saya terus berjalan, tidak peduli saya suka atau tidak, saya berusaha menyatukan kembali serpihan dunia saya. Tetapi, seperti juga kebanyakan orang–bahkan sebagai seorang psikolog muda yang semestinya lebih arif–saya berusaha menemukan kembali dunia saya dengan menggunakan mekanisme-mekanisme penyesuaian diri yang lebih membahayakan daripada membantu. Pada saat itu, semuanya terasa masuk akal, bahkan terasa berani. Walaupun begitu, sejak itulah saya sadar bahwa mekanisme penyesuaian diri yang saya gunakan justru malah memperkuat tembok penjara kesedihan dan rasa takut. 
Sekarang, saya punya sebutan rendah untuk mekanisme penyesuaian diri yang tidak memperbaiki keadaan itu: 5M Menyesatkan. Sambil berjuang untuk bertahan secara emosional, saya menuntut agar nasib saya diubah, meskipun tidak akan ada perubahan yang mungkin terasa cukup. Ketika saya merasa tidak puas dengan segala yang terjadi, saya meremehkan upaya saya untuk pulih, dan semakin tenggelam dalam ketidakberdayaan. Lalu, saya mulai mengutuk diri sendiri dan berpikir bahwa entah bagaimana saya memang layak menerima tragedi ini, karena saya tidak cukup arif untuk mengenali suatu kekurangan pada diri saya. Alih-alih berusaha memetik pelajaran dari peristiwa kehilangan itu, saya mengabaikan segala hikmah dari sana. Saya melihat semua itu sebagai derita dan tidak ada hal lain di luar itu. Dan saat kegagalan-kegagalan saling bertumpuk, saya mati-matian menggandakan semua upaya salah kaprah itu, mengira bahwa kalau saja saya bisa mencurahkan lebih banyak perasaan dan jiwa saya ke dalam siksaan ini, saya akan menemukan jalan keluar. 
Semua itu tidak pernah menjadi nyata. 5M Menyesatkan akan selalu mengkhianati Anda. Sungguh mengherankan jika mereka begitu terkenal. Kemudian suatu hari, ketika saya sudah tidak tahan lagi untuk menanggung bahkan satu detik pun serangan pikiran yang mengerikan, saya berpura-pura selama beberapa detik, atau mungkin hanya satu atau dua menit, bahwa Ryan masih hidup di tengah-tengah kami, dan saya membiarkan diri saya mencintainya, seperti saat pertama kali saya menggendongnya. Untuk beberapa waktu yang singkat itu, kegelapan pun memudar. Penyangkalan memang berfungsi sebagai oasis yang nyaman. Namun, saya jadi bertanya-tanya apakah benar penyangkalan itu yang mengobati saya? Di dalam kepala, saya benar-benar sadar bahwa anak saya sudah meninggal. Jadi, tanpa kepura-puraan itu pun saya kembali membiarkan diri untuk memusatkan rasa cinta saya kepada Ryan. 
Dan perasaan damai dari derita itu pun kembali lagi. Lama-lama–setelah begitu lama–saya temukan bahwa ketika saya sengaja membiarkan diri untuk mengumpulkan segenap cinta kepada Ryan, saya benar-benar merasa lebih baik–kejutan aneh–alih-alih merasa lebih buruk. Saya juga menemukan bahwa saya masih bisa mencinta Ryan walaupun nyatanya dia tidak akan pernah membalas cinta saya–bahkan tidak akan pernah mengenal saya. Saya sadar bahwa cinta saya kepada Ryan (dan bukan cinta dia kepada saya) adalah warisan yang dia tinggalkan, dan tak seorang pun bisa merenggutnya. Kecuali saya sendiri. Dan saya tidak mau melepaskannya. Cinta itu terlalu kuat dan terlalu indah. Cinta itulah satu-satunya perasaan yang lebih kuat daripada derita akibat kehilangan. Setiap hari, awalnya dengan air mata, saya menyisihkan waktu beristirahat untuk menikmati kedamaian rasa cinta saya untuk si kecil. Secara bertahap, rasa cinta yang saya rasakan mulai memberkahi saya dengan lebih dari sekadar pelarian dari derita. Cinta itu juga memberi saya kekuatan emosional untuk memaafkan, dan berhenti menyiksa diri saya dengan pertanyaan “Mengapa saya?” Dalam pembunuhan emosi seperti ini, seseorang hanya bisa menyalahkan siapa saja dan semua orang–dokter yang semestinya lebih tahu, sopir ambulans yang seharusnya bisa menyetir lebih cepat, para pembayar pajak yang menolak untuk membangun rumah sakit yang lebih besar. Diri sendiri. Nasib. Tuhan. Akan tetapi, saya memaafkan. Saya melepas pertemanan saya dengan amarah yang terasa sedikit nyaman itu. Ketika saya melakukan semua ini, saya menemukan bahwa kemarahan saya hanyalah emosi pengganti untuk derita yang jauh lebih besar, dan bahkan jauh lebih sulit untuk diatasi. 
Derita yang lebih besar itu adalah rasa takut–rasa takut untuk menjalani sisa hidup saya yang tidak berharga lagi tanpa kehadiran anak lelaki saya, serta nasib dan Tuhan yang seolah-olah tengah menghalangi saya. Semakin saya memaafkan, saya semakin bisa memahami dan menyadari bahwa walaupun Ryan telah tiada, baik Tuhan maupun orang lain tidak pernah menghalangi saya, dan nasib saya masih bisa berubah. Pemaafan itu memberkahi saya dengan rasa aman di dalam diri dan memberi saya kesadaran akan kekuatan pribadi yang tidak terduga. Saya tidak lagi merasa bahwa seolah-oleh emosi saya sangat bergantung pada tindakan orang lain dan pada nasib itu sendiri. Kesedihan bisa saja menghantam saya berulang-ulang, tetapi kehidupan tidak bisa membuat saya membenci siapa pun–bahkan tidak diri saya sendiri. Saya perlahan-lahan meraih kembali kekuatan, seperti layaknya seseorang yang telah berperang melawan penyakit yang parah, dan saya jadi lebih mampu untuk mengulurkan tangan dan membantu orang lain–keluarga saya yang tengah berduka, klien, dan teman-teman saya–dan saya mendapatkan kejutan lain. Meskipun saya sendiri masih perlu menghimpun kekuatan, justru dengan membantu orang lain, saya bisa memperoleh dayahidup yang lebih besar daripada yang saya berikan. 
Semakin banyak semangat dan cinta yang saya curahkan kepada orang lain, saya semakin merasakan diri saya terisi kembali dengan kehidupan dan harapan. Saya temukan bahwa kehidupan di dunia saat ini lebih berharga daripada kemelut di dalam diri saya. Dan pada suatu pagi yang biasa tanpa keriuhan, sebagaimana layaknya ketika perubahan sejati berlangsung, saya sadar bahwa telah tumbuh pengetahuan baru di dalam diri saya. Jenis pengetahuan yang membebaskan dan bukan sekadar ilusi yang biasanya hanya diperoleh lewat penderitaan. Saya tahu bahwa cinta saya kepada Ryan adalah milik saya selamanya, tersimpan di dalam hati, dan abadi. 
Saya tahu bahwa tidak ada peristiwa lain yang bisa membuat saya hancur secara keseluruhan. Saya tahu bahwa hidup teramat berharga dan singkat, dan bahwa sejak saat itu, saya akan memerhatikan anak pertama saya, Brett, jauh lebih baik daripada sebelumnya. Dan saya belajar bahwa jika saya mencurahkan cinta saya kepada Ryan, keluarga, teman-teman, dan klien-klien, jiwa saya akan kembali utuh. Semua pelajaran ini luar biasa berharga bagi saya. Namun, saya tahu, bahkan sejak pagi itu, bahwa saya tidak akan pernah mempelajarinya tanpa mengalami penderitaan terlebih dahulu. Jadi, pada hari yang sebenarnya itu, saya menjelma sebagai sosok yang optimistis. Saya belajar bahwa optimisme adalah: mengetahui semakin menyakitkan peristiwa yang dialami, semakin besar pula hikmah yang akan diperoleh.Sumber

Mungkin Suatu Saat Nanti Kau Temukan Bahagia Meski Tak Bersamaku


Karamnya cinta ini
Tenggelamkanku
Di duka yang terdalam
Hampa hati terasa
Kau tinggalkanku
Meski ku tak rela


Andre masih termenung dengan beribu pikiran yang tidak menentu. Galau menghinggapinya. Ia menyadari benar kenapa ini terjadi dan menimpa dirinya. Ia tidak tau kenapa sampai terjadi cinta yang seperti ini. Cinta yang sudah lama menghinggapinya kini kandas. Benar kata orang bahwa terkadang, kita tak akan pernah bisa merasakan indahnya dicintai dengan tulus, jika kita tak pernah disakiti. Palagi saat Naff mengalunkan lagunya yang begitu mengena di hati.
Hingga saat ini pun Andre tidak tau harus bagaimana lagi. Begitu indah sekaligus begitu menyakitkan. Tidak pernah diduga sebelumnya. Hatinya telah terbagi dua.
“Tiara,” Andre berguman sambil memandangi foto Tiara. “Apakah pantas aku mendampingimu? Kemana perginya kamu, Tiara? Tidak sudikah kau temui lagi sosok Andre seperti yang dulu, seperti pertama kali kita bersendau gurau, melepas tawa kita masing-masing?” Andre terus memandangi foto Tiara. Foto saat Tiara begitu manjanya sambil memegang batang Flamboyan minta difoto lewat kamera handphone Andre. Ah, begitu cantik. Andre tersenyum. Ya, lebih baik tersenyum karena kadang seseorang lebih memilih tersenyum hanya karena tak ingin menjelaskan mengapa ia bersedih.

Memang sudah terlalu lama Tiara mengisi kehidupan Andre. Mengisi hari-hari dimana Andre merasa kosong pada saat itu mungkin hingga saat ini. Tapi mengapa disaat seperti ini disaat Andre mulai mengenal sosok cewek yang begitu super justru malah Retna muncul ? Ah memang sulit untuk mengucapkan selamat tinggal pada seseorang yang kita cintai, tapi lebih sulit lagi ketika kenangan bersamanya tak mau hilang begitu saja.
“Retna, bersediakah kamu menggantikan Tiara?” batin Andre tiba-tiba terusik oleh bayang-bayang Retna di benaknya. Terus bergejolak. Bertanya-tanya. Mencari tau kemana hatinya kini ingin berlabuh. “Mengapa begitu sulit menghilangkan jejakmu Tiara. Malah semakin melekat disaat Retna hadir untuk mengisi kekosongan hatiku”

Lamunan Andre buyar ketika handphonenya berbunyi. Ada panggilan masuk. Dilihatnya darimana panggilan masuk itu.
“Retna..” Andre cepat-cepat menjawab panggilan dari seberang sana. “Hallo, ada apa Retna?”
“Ndre, kamu ada dimana?”
“Di rumah. Ada apa Ret?” suara Andre menyelidik
“Boleh aku meminta sesuatu padamu, Ndre?” pinta Retna dari seberang sana.
“Apa itu?” jawab Andre sedikit penasaran
“Temani aku ke Toko Buku ya? Harus mau, Ndre. Soalnya aku harus mendapatkan sebuah buku yang begitu penting banget”
“Kok maksa sih…?” aku mencoba mengelak
“Iya harus maksa. Pokoknya aku jemput sebentar lagi. Kamu siap-siap ya Ndre. Pokoknya mau ga mau harus mau. Oke sebentar lagi kujemput…”
“Ta…tapi Ret….”
Sudah terputus hubungan telponnya. Tinggal Andre yang kelabakan harus berbenah diri cepat-cepat. Soalnya Andre baru bangun tidur. “Ayo tersenyumlah, Ndre dalam mengawali hari, karena itu menandakan bahwa kamu siap menghadapi hari dengan penuh semangat!” begitu batin Andre menghibur diri di depan cermin.

Mereka berjalan bergandengan. Sepanjang perjalanan jemari Retna tak lepas begitu erat menggenggam tangan Andre. Tiba-tiba darah Andre berdesir hebat. Mengalir ke segala penjuru hingga sampai ke otaknya. Mulai panas. Matanya mulai sedikit berkunang-kunang. Lamunannya menerawang jauh hingga Retna mencubit pipinya. Andre tersadar…
“Auwww…sakit Ret…!”
“Digandeng cewek cantik malah melamun, bukannya malah senang. Tuh semua cowok pada mencuri pandang kearah aku. Kamu gak cemburu?” Retna begitu percaya diri berada di samping Andre.
“Maaf, Ret. Aku terlalu bahagia berjalan bergandengan bersama kamu” kata Andre membesarkan hati Retna.
“Sungguh?”
“Iya, sungguh. Makanya tadi aku melamun”
“Hmm….aku tersanjung, Ndre. Aku nyaman berada di samping kamu, Ndre” disandarkannya kepala Retna di lengan Andre. Retna tersenyum. Ada gurat bahagia di wajah Retna. Gambaran cinta telah meronai wajah Retna. Dan semakin eratlah pegangan tangan Retna ke lengan Andre.
“Andre…” tiba-tiba suara Retna menyapa Andre.
“Iya, ada apa Retna?” Andre memandangi wajah Retna. Wajah yang begitu cantik, polos terpancar binar cinta. Ah, Retna apakah benar kamu pengganti cintaku yang hilang? Apakah benar kamu cewek super pengganti Tiara?
“Apakah cintaku gak bertepuk sebelah tangan?” pertanyaan Retna langsung ke lubuk hati Andre yang paling dalam.
“Apakah kamu merasa bertepuk sebelah tangan?” Andre malah balik bertanya. Retna balas memandang wajah Andre. Mencari tau mungkin ada jawaban yang membahagiakan hati Retna.
Andre tersenyum. Dibelainya rambut Retna dengan penuh kasih sayang. Diusapnya air mata yang akan menetes dari sudut mata Retna.
“Dicintai dan disayangi kamu adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku” Andre memberanikan diri untuk mengucapkannya.
“Dalam hati aku menanti, kuserahkan hati sebagai tanda ketulusan cinta” jawab Retna dengan mata berkaca-kaca bahagia.

Andre terbuai dalam dekapan cinta Retna. Melupakan segala kekusutan hati yang selama ini terbelenggu oleh cinta Tiara. Tiara yang entah kemana perginya. Membawa separuh hati Andre. Separuh hidup Andre. Separuh aku. Kata Noah dalam lagunya. Padahal Andre masih tidak percaya kalau ia kini menjadi kekasih Retna. Retna dalam penilaian Andre kini adalah cewek super yang telah begitu hebatnya menggeser bayang-bayang Tiara. Menepis angan-angan bersama Tiara. Retnalah yang kini mengisi cerita-cerita di dalam kehidupan Andre. Bait demi bait iramanya begitu indah disenandungkan oleh hati. Ah, ini benar-benar sebuah cerita cinta. Sebuah romansa yang bisa membuat Andre melupakan Tiara.


Pagi itu, Andre dikejutkan oleh suara panggilan dari Handphonenya. Andre cepat-cepat membukanya. Dari siapakah gerangan. Dilihatnya panggilan masuk dihandphonenya.
“Tiara…” Andre setengah terpekik. Jantungnya lebih cepat lagi berdetak. Hampir tak terkontrol. Ia coba menguasai dirinya.
“Halo….” Jawab Andre.
“Halo! Ini Andre…?” suara dari seberang sana.
“I..iyya….ini Ara….?” Suara Andre terbata.
“Iya…Andre…kamu dimana?”
“Di kamar, Ra. Kamu kemana aja, koq menghilang begitu aja?” Andre mulai memberanikan diri bertanya.
“Andre…maukah kamu menjemput aku di Bandara?”
“Iyyaa Tiara….jam berapa…?”
“Sekarang….! pokoknya aku tunggu sampai kamu datang…!”

Sebenarnya pikiran Andre berkecamuk. Terlintas wajah Retna manakala Andre menyetujui pertemuannya dengan Tiara. Ada rasa bersalah dalam diri Andre terhadap Retna. Sebuah pertemuan yang telah lama diimpikannya. Wajah yang telah lama menghilang tiba-tiba akan muncul kembali. Tiara, cewek super idam-idaman Andre. Cewek super yang telah pertama kali menggores hati Andre. Ah, benar-benar Andre ada dipersimpangan. Entah akan kemana hati Andre memilih jalan dipersimpangan itu.

“Ara….!” Panggil Andre setelah lama mencari-cari Tiara di Bandara.
“Andre….!” Balas Tiara.
Mereka saling berpelukan. Erat. Seolah tidak mau lepas. Kerinduan yang lama terpendam kini terbayar lunas.
“Ara, kamu semakin cantik” puji Andre setelah mereka duduk melepas lelah di lobby Bandara.
“Kamu juga semakin ganteng, Ndre” balas Tiara.
Kedua tangan mereka tak lepas saling genggam. Sepanjang pertemuan itu mereka lebih banyak diam. Lebih banyak hanya hati mereka yang saling bicara. Degup jantung mereka semakin cepat berpacu. Semakin menambah kegugupan mereka. Hanya saling bergenggaman tangan. Andre mencoba membelai rambut Tiara.
“Ara, apakah kamu selalu memikirkan aku disaat kamu jauh dari aku?” Andre mencoba membuka pembicaraan.
Tiara masih terdiam. Kemudian ia pandangi wajah Andre. Wajah yang pernah menghiasai kehidupannya. Begitu indah semaraki hidup Tiara kala itu.
“Sampai saat inipun aku gak pernah melupakan kamu, Ndre”
“Lalu kenapa kamu meninggalkan aku dan pergi begitu saja tanpa aku tau kemana perginya”
Tiara tidak langsung menjawab. Ia tertunduk. Mengalihkan pandangannya dari wajah Andre. Banyak yang ingin ia ceritakan. Tapi rasanya berat untuk menceritakan hal ini kepada Andre.
“Karena aku terlalu mencintaimu, Andre. Banyak mimpiku tentang kamu. Mimpi tentang cinta. Dan pada akhirnya sekarang aku baru merasa bahwa kamu adalah cintaku yang sejati” Dari lubuk hati Tiara, ia ungkapkan perasaan itu kepada Andre.
Andre kini yang terdiam. Diam karena Andre merasakan beban yang begitu berat. Cinta yang terkadang selalu memberikan solusi yang sulit kita terima. Karena ketika jatuh cinta, jangan berjanji tak saling menyakiti, namun berjanjilah untuk tetap bertahan, meski salah satu tersakiti.
“Ara, saat ini mungkin aku bukan lagi Andre yang seperti dulu. Bukan lagi Andre yang bisa memberikan kenyamanan, memberikan ketenangan dalam meraih mimpi-mimpi manismu” kata Andre memberanikan diri sambil memandangi wajah Tiara.
“Tidak Andre. Kamu sempurna. Sempurna dalam hatiku. Dalam cintaku. Kamu yang telah menciptakan mimpi-mimpi manis tentang cinta dalam hidupku. Kamu yang telah banyak mengajarkan bagaimana cara meraih mimpi-mimpi”
“Berhentilah mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai, lebih baik belajar dan persiapkan diri menjadi seorang yang pantas untuk dicintai”
“Kamu sudah tidak mencintai aku lagi, ya Ndre?” dekapan Tiara makin erat di lengan Andre. Seolah tidak mau kehilangan. Andre kini semakin kacau. Kemudian ia coba menenangkan Tiara dengan membelai rambut Tiara. Mengusap air mata yang menetes di pipi Tiara.
“Bukan itu, Ara. Aku masih menyayangi kamu. Aku masih mencintaimu. Tapi aku tak bisa memilikimu”
Tiara bisa memahami arah pembicaraan Andre. Tiara melepaskan dekapan Andre. Mencoba tegar dan menghapus air matanya yang membasahi pipinya.
“Kalau boleh tau, siapa cewek yang telah berhasil menaklukkan hatimu, Ndre?” Tanya Tiara sambil mencoba tersenyum kepada Andre.
Andre memandangi wajah Tiara. Ia balas senyum Tiara. “Ara, meski tak dicintai oleh seseorang yang kamu cinta, tak berarti kamu merasa tak berarti. Hargai dirimu dan temukan seseorang yang tahu itu”
Tiara merenungi kata-kata Andre. Tiara merasa Andre telah lebih dewasa kini. Andre benar-benar telah menjadi guru yang terbaik dalam hidup Tiara. Guru yang telah mengajarkan bagaimana caranya meraih mimpi-mimpi.
“Andre, jika kamu tulus mencintanya, jangan pernah hiasi matanya dengan air mata, telinganya dengan dusta, dan hatinya dengan luka” kata Tiara
“Ya, aku sangat mencintainya. Dialah Retna. Cewek super dalam kehidupanku. Aku tak bisa menghianatinya, Ara”
Tiara mencoba tersenyum. Mencoba berbesar hati. Ia pandangi wajah Andre. ”Benar, Ndre karena orang yang pantas kamu tangisi tidak akan membuatmu menangis, dan orang yang membuatmu menangis tidak pantas kamu tangisi. Selama ini aku meninggalkan kamu karena aku ingin menguji diriku kira-kira siapa cinta sejatiku kelak.”.
“Kamu pasti akan menemukan orang yang pantas mendampingimu”
“Terima kasih, Andre. Aku pasti akan sulit melupakan kamu”
“Cobalah, Ara. Karena satu pelajaran penting tentang patah hati adalah jika dia mampu menemukan cinta yang baru, begitu juga dirimu!”
“Iya, Ndre. Sekali lagi terima kasih karena pernah mencintaiku. Salahku kenapa dulu aku tak mempedulikan mimpi-mimpimu. Sekarang aku akan pergi menjauh dari kehidupanmu”
“Kemana?”
“Aku akan kembali ke Australia melanjutkan studiku. Orang tuaku telah menaruh harapan pada diriku”
“Selamat jalan, Tiara”.

Tiara melepaskan dekapannya. Kemudian berjalan menjauhi Andre. Tak sanggup Tiara memandang wajah Andre karena telah basah oleh air mata. Entah bagaimana perasaan Tiara saat itu karena Andrepun hanya mampu berdiri. Diam sambil memandang tubuh Tiara yang semakin menjauh.
“Selamat jalan Tiara, jangan terlalu lama menangisi yang telah pergi, karena mungkin nanti kamu akan bersyukur telah meninggalkan yang kamu tangisi saat ini” begitu doa Andre kepada Tiara.

Mungkin suatu saat nanti
Kau temukan bahagia meski tak bersamaku
Bila nanti kau tak kembali
Kenanglah aku sepanjang hidupmu…

Kisah sedih seorang penjual tubuh


Beberapa minggu lalu, ane diajak temen ke tempat kos temennya, seorang wanita. Sebenernya ane gak mau, gan, karena sebelumnya ane denger ceritanya dia bahwa temennya dia ini seorang... PSK. Sedih sih, karena temen ane udah punya isteri dan anak, tapi masih selingkuh juga. But, ane bukan mau cerita tentang mereka. Jadi, singkat ane ikut ke tempat kos temen wanitanya itu.

Sesampainya di suatu rumah di daerah Gajah Ma#a, kami masuk dan melewati banyak kamar. Sepertinya itu tempat nongkrong para pekerja seks deh. Karena ane lihat ada beberapa dari mereka yang nongkrong di depan kamar. Serem-serem seneng juga sih... hehehe... Nah terus sampai deh di kamar kos milik temennya temen ane itu. Lalu kami masuk dan membiarkan pintu terbuka. Tapi sesuatu terjadi. Temen ane rupanya udah kongkalikong untuk pergi ke hotel di Taman S#ri, dan ane diminta menunggu di sana, ditemenin satu orang wanita muda yang... cantik banget. Beneran cantik! Namanya Desi. Ane sempet nolak ditinggal sendirian, tapi ya udahlah. Ane jaga diri aje dari serbuan hawa nafsu yang dilempar setan. Akhirnya mereka pergi dan tinggal kami berdua.

Karena suasananya beku, jadi ane coba ajak bicara duluan. Tapi tanpa maksud embel-embel. Lalu, setelah mulai akrab, ane mulai banyak tanya soal dirinya. Awalnya dia menolak, tapi karena ane bujuk, dia akhirnya mau berbagi. Dan ane mulai tanya satu poin dari dirinya.

Ane (A) : Des, keberatan gak kalau gue tanya?
Desy (D): Kenapa? jangan yang susah-susah ya. gue cuma lulusan sma doang. (jiah, dalam hati ane, emangnya ujian nasional )
A : Boleh tau gak, kenapa lo masuk ke dunia yang seperti ini?
D : Panjang say. Gue sebenernya juga gak pernah mau seperti ini. Semua ini karena... suami gue!
(Jeger! Ane tersontak kaget)
A : Ada apa dengan suamimu? Udah punya suami? Anak?
D : Udah. Anak gue satu. Suami gue kimpoi lagi sama cewe selingkuhannya. Masalah ini awalnya adalah saat gue ke Taiwan untuk kerja. (belakangan ane baru tau kalo dia itu masih keturunan Tionghoa Surabaya). Pas pulang, gue dikecewain sama keluarga suami gue. Di rumah suami gue, karena gue tinggal bareng mertua, gue liat ada cewe lain. Terus mertua gue sendiri yang bilang kalo cewe itu... isteri baru suami gue.
(Desy mulai mengalihkan matanya dari gue, gak mau dilihat kalo airmatanya mulai ngumpul)
A : Maaf Des... gue gak bermaksud membuat lo sedih apalagi menangis karena mengingat masalah lo
D : Gpp. Udah biasa koq. Gue gak pernah mau jadi kayak gini. Ini baru 2 minggu, tapi rasanya perih dan pedih di hati gue. Gue harus ngelayani lelaki yang bukan suami gue. Pernah gue mesti ngelayani dua lelaki sekaligus. Karena gue benci banget sama suami gue.

A : Apa...... nyokap dan anak lo tau?
D : (srk!) Nggak. Gue gak mau bikin mereka sedih karena tau gue kayak begini. Guesayang anak gue, sekalipun, bapaknya gila kayak gitu!
(Gue nyodoring tisu yang jaraknya agak jauh darinya)
D : Mungkin ini minggu terakhir gue ada di sini. Gue mau pulang dan kerja ke Taiwan lagi. Gue dah gak mau lagi kayak gini.
A : Puji Tuhan, Des! Mau gak lo janji sebagai temen, ya.. walaupun kita baru kenal. Janji untuk lo bangkit lagi dari keterpurukan lo? Janji untuk jaga anak lo dengan sekuat tenaga. Dan jangan pernah biarkan lelaki manapun meniduri lo lagi kecuali suami sah lo kelak.
D : Lo kristen ya?
A : Iya, Des. Lo muslim atau sama kayak gue?
D : Gue juga kristen. Tapi yang tersesat! Hahaha...
(dia berusaha tersenyum, tapi gue suka saat dia mulai menampilkan giginya yang kecil-kecil)
A : Nggak lah. Lo cuma salah melangkah dan ambil keputusan yang gak tepat. Balik lagi ya ke Tuhan. Jalan berlari menjauhinya! Dia pasti mengampuni lo Des.
D : Iya. Thanks ya. Udah menguatkan gue. Padahal, gue pikir lo sama kayak lelaki laen yang cuma mau menikmati tubuh gue.
A : Hahahah! Nggak lah! Lo wanita berharga Des! Dan gue respek sama kejujuran lo. thanks juga udah mau berbagi, walau itu pasti berat untuk lo ceritakan.

Desi udah gak pernah nongol lagi. Dan temennya temen ane itu bilang kalau Desi balik ke Surabaya.

Doa ane buat Desi : Kiranya Tuhan memimpinmu kembali ke jalan yang benar.

Segitu pengalaman ane, Gan. Dan ane mo bagi pesen moral buat agan dan sista.
- Hormati pasangan dan pernikahan kalian. Suami atau isteri yang agan atau sista nikahi BUKAN seseorang untuk disakiti atau dikhianati. Tuhan melihat sikap kita kepada pasangan kita dan akan memberkahinya.
- Jangan pernah ambil keputusan yang salah. sekalipun agan atau sista lagi dalam masalah, tetaplah berpikir jernih. Lari ke hal yang negatif malah merugikan dirimu sendiri.
- Belajar mengampuni, sekalipun itu sulit. Mengampuni itu sama seperti kita menulis hutang orang lain di atas kertas, kemudian kita sobek dan bakar, pertanda LUNAS. Jangan disimpan, karena menyakitkan. Jangan dendam dan membenci, karena itu sama seperti kita yang meminum racun mematikan, tapi berharap orang yang kita benci yang mati.
Sekian dari saya, gan. Semoga dapat pencerahan bagi agan.

"Pengunjung Yang Baik Selalu Meninggalkan Komentar"Sumber

"Hadiah Terakhir Dari Sang Ayah" Kisah Sedih Mengharukan




Di sebuah perumahan terkenal di jakarta tinggalah seorang gadis bersama sang ayah, sang ibu telah lama mendahuluinya pergi sejak ia masih kecil. .

Seorang gadis yg akan di wisuda, sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana, akhir jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan.

Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia sangat yakin nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu.

Diapun ber'angan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya. Bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan ke teman-temannya, Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya.

Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan putrinya, dan betapa dia mencintai anak itu.

Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,... bukan sebuah kunci!

Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Jaket kulit Terkenal, di belakangnya terukir indah namanya dengan sutra emas.

Gadis itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, "Yaahh... Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan jaket ini untukku?"

Lalu dia membuang Jaket itu dan lari meninggalkan ayahnya.

Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia hanya berdiri mematung, tak tahu apa yg harus di lakukannya ..


Tahun demi tahun berlalu,

sang gadis telah menjadi seorang yang sukses. Dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang wanita karir. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi suami yang tampan dan anak yang cerdas.

Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa sayangnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.


Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk kerumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal disitu. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap buruk terhadap ayahnya.


Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang di rumah itu. Dan ketika dia membuka lemari pakaian ayahnya, dia menemukan Jaket itu, masih terbungkus dengan kertas kado yang sama beberapa tahun yang lalu.


sesuatu jatuh dari bagian kantong Jaket itu. Dia memungutnya.. sebuah kunci mobil! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan! Dia merogoh kantong sebelahnya dan menemukan sesuatu,, di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. Dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu.


Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok kedalam. Bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga


Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk disamping mobil itu, ia menangis. air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang takan mungkin bisa terobati...
Sumber